Koperasi desa

Dana Bergulir untuk Koperasi Merah Putih: Solusi atau Masalah Baru?”

Pendahuluan:
Pemerintah Republik Indonesia kembali menyoroti koperasi sebagai garda depan ekonomi kerakyatan melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2025. Regulasi ini secara khusus mengatur tentang penyaluran pinjaman atau pembiayaan dana bergulir kepada koperasi percontohan (mock up) yang mengusung model Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Skema ini diharapkan mampu mempercepat terbentuknya koperasi di tingkat desa dan kelurahan dengan dukungan pendanaan langsung dari negara. Namun, apakah pendekatan ini realistis dan tepat sasaran? Ataukah hanya menambah beban birokrasi dan risiko fiskal?

Tujuan Mulia, Implementasi Menantang
Tujuan dari peraturan ini terlihat sangat strategis—membangun koperasi berbasis masyarakat sebagai tulang punggung ekonomi lokal. Koperasi yang menjadi “mock up” ditargetkan memiliki berbagai unit usaha mulai dari toko sembako, simpan pinjam, klinik, hingga cold storage. Ide ini sejalan dengan prinsip pemerataan ekonomi berbasis kearifan lokal. Namun, tantangan utamanya terletak pada kapasitas manajerial koperasi desa yang sangat bervariasi, bahkan banyak yang belum siap secara kelembagaan maupun keuangan untuk mengelola pinjaman hingga Rp5 miliar.

Skema Pembiayaan dan Jaminan: Terlalu Idealistis?
Dana bergulir dapat disalurkan secara konvensional dengan bunga 3% menurun, atau pola syariah dengan sistem bagi hasil 20:80. Dalam praktiknya, mekanisme jaminan mengandalkan aset koperasi atau bahkan aset pribadi pengurus. Di sinilah polemik muncul. Apakah wajar koperasi desa yang baru berdiri atau berkembang harus menanggung beban jaminan seperti perusahaan besar? Jika terjadi gagal bayar, piutang akan dikategorikan sebagai piutang negara, dan kerugiannya diselesaikan sesuai aturan kerugian negara. Skema ini bisa menimbulkan ketakutan berlebihan di kalangan pengurus koperasi dan berpotensi menghambat partisipasi masyarakat.

Prosedur Panjang dan Tumpang Tindih
Proses pengajuan dana melibatkan banyak pihak: mulai dari Korwil, bupati/wali kota, gubernur, hingga Menteri. Prosedurnya mencakup inventarisasi, seleksi, pengajuan dokumen legalitas dan rencana bisnis, hingga persetujuan kolektif dari tiga direktur lembaga dana bergulir. Walaupun ditujukan untuk menjaga akuntabilitas, rantai birokrasi ini dapat menimbulkan hambatan administratif yang memperlambat penyaluran, terlebih di daerah yang tidak memiliki sumber daya manusia cukup untuk mengurus dokumen sesuai standar pusat.

Risiko dan Mitigasi yang Belum Tuntas
Pasal-pasal tentang mitigasi risiko secara teoritis cukup lengkap—mulai dari penilaian kelayakan, pelibatan aparat hukum, hingga pengawasan berkala. Namun, jika dilihat lebih dalam, belum ada mekanisme nyata yang menjamin koperasi tidak terseret masalah hukum ketika gagal bayar, meskipun penyebabnya adalah kondisi ekonomi lokal yang memburuk. Personal guarantee dari pengurus juga membuka potensi kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat yang sebenarnya berniat membangun, tetapi terbentur kenyataan di lapangan.

Pendampingan: Antara Retorika dan Realita
Kementerian memang menyatakan siap melakukan pendampingan dan penguatan kelembagaan. Namun, dalam praktiknya, pendampingan koperasi seringkali bersifat sporadis, tergantung pada proyek atau program yang sedang berjalan. Tanpa sumber daya manusia yang mumpuni di setiap wilayah, pendampingan hanya menjadi jargon yang tak berdampak langsung terhadap kualitas pengelolaan koperasi.

Kesimpulan: Siapkah Kita?
Peraturan ini membuka peluang baru bagi kebangkitan koperasi berbasis desa. Namun, keberhasilan implementasinya sangat tergantung pada kesiapan sumber daya manusia, kesiapan regulasi di daerah, serta kesungguhan negara dalam melakukan pendampingan intensif. Di satu sisi, inisiatif ini bisa menjadi tonggak kedaulatan ekonomi rakyat, tetapi di sisi lain, jika tidak dijalankan dengan hati-hati, ia justru bisa menjadi jebakan utang dan kriminalisasi pengurus koperasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *