Dalam upaya besar-besaran Pemerintah Republik Indonesia membangun ketahanan pangan dan mempercepat pengentasan kemiskinan di desa, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan pembentukan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia. Program ini secara resmi dicanangkan melalui Surat Edaran Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, dengan target peluncuran nasional pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional.

Namun, dalam pelaksanaannya di lapangan, tidak semua tahapan berjalan seimbang. Salah satu dilema paling nyata terjadi di tingkat desa, di mana beberapa kepala desa telah menjadwalkan pembentukan koperasi, namun belum menerima sosialisasi resmi dari dinas terkait. Situasi ini menimbulkan kebingungan: apakah kepala desa harus tetap melanjutkan proses di tingkat lokal, atau menunggu arahan dan bimbingan dari instansi teknis?

Surat Edaran Menteri Koperasi menyebutkan bahwa sejak Maret hingga Juni 2025, seluruh tahapan pembentukan koperasi dilaksanakan secara serentak. Tahapan tersebut mencakup:

(1) Sosialisasi program ke daerah oleh dinas koperasi provinsi/kabupaten;

(2) Musyawarah desa khusus sebagai forum pengambilan keputusan pendirian koperasi;

(3) Pembuatan akta dan pengesahan badan hukum koperasi;

(4) Pendataan koperasi yang sudah ada dan integrasi program revitalisasi;

(5) Target akhir terbentuknya koperasi di seluruh desa sebelum Juni 2025.

Dalam situasi ini, terdapat dua pilihan yang sama-sama berisiko: Menunggu Dinas (aman tapi lambat) dan Melanjutkan Proses di Desa (proaktif tapi berisiko administratif). Menunggu dinas berarti mengikuti prosedur resmi, tetapi berpotensi terlambat. Melangkah duluan menunjukkan inisiatif, namun bisa menimbulkan masalah legalitas jika tidak sesuai arahan teknis.

Solusi terbaik adalah melanjutkan langkah internal di desa, sambil secara resmi mengundang dinas koperasi untuk memberikan pendampingan. Kepala desa dapat menyelenggarakan musyawarah desa khusus, menetapkan calon pengurus dan jenis usaha koperasi, membuat berita acara musyawarah, lalu menyurati dinas koperasi untuk memohon pendampingan teknis serta melaporkan tahap yang telah dilakukan.

Dengan cara ini, desa tetap bergerak sesuai jadwal nasional, tetapi tidak melanggar prinsip pembinaan dan koordinasi lintas sektor. Jika pada akhirnya dinas tidak segera turun, desa dapat melanjutkan proses formal dengan melibatkan notaris pembuat akta koperasi dan mengajukan pengesahan ke Kementerian Hukum dan HAM.

Dilema kepala desa dalam pembentukan Koperasi Desa Merah Putih merupakan refleksi nyata dari tantangan koordinasi antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan program strategis nasional. Namun dengan sikap proaktif, koordinatif, dan terukur, kepala desa dapat menjadi ujung tombak keberhasilan program koperasi desa yang diharapkan menjadi penggerak ekonomi kerakyatan di masa depan.

Langkah kecil di desa, jika didasari semangat gotong royong dan kejelasan arah, dapat menjadi pilar kokoh untuk membangun kemandirian ekonomi nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *