Masih Banyak Desa Belum Menentukan Jenis Usaha untuk Program Ketahanan Pangan: Saatnya Bertindak Nyata di Sektor Pertanian

Program ketahanan pangan desa merupakan salah satu prioritas nasional yang dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka mendorong swasembada pangan dan ketahanan ekonomi lokal. Berdasarkan data yang tercantum dalam Panduan Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan (Kementerian Desa, 2025), disebutkan bahwa sekitar 77% desa di Indonesia belum mencapai status swasembada pangan. Ini mencerminkan bahwa sebagian besar desa masih menghadapi tantangan serius, bukan hanya dalam hal produksi pangan, tetapi juga dalam perencanaan jenis usaha yang tepat untuk mendukung ketahanan pangan tersebut.

Tantangan: Ketidaksiapan Menentukan Jenis Usaha

Salah satu tantangan nyata yang dihadapi di tingkat desa adalah ketidakmampuan menentukan jenis usaha sektor pangan yang sesuai dengan potensi wilayahnya. Banyak desa belum memiliki data lengkap tentang sumber daya pertanian, belum terorganisir dalam kelompok usaha, atau bahkan belum terbiasa melakukan analisis kelayakan usaha. Akibatnya, alokasi minimal 20% Dana Desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk usaha ketahanan pangan sering kali belum bisa digunakan secara optimal.

Permasalahan ini bisa terjadi karena beberapa hal:

  • Kurangnya data akurat mengenai potensi lahan, jenis tanaman, dan preferensi pasar lokal.
  • Belum terbentuknya kelembagaan seperti BUM Desa yang aktif mengelola usaha pangan.
  • Keterbatasan kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola unit usaha sektor pertanian.
  • Minimnya inspirasi atau contoh konkret jenis usaha yang berhasil dijalankan oleh desa-desa lain.

Solusi: Memulai dari Ide-Ide Usaha Sederhana namun Potensial

Untuk menjawab tantangan tersebut, desa perlu mulai dari hal yang paling dasar: mengenali potensi lokal, menggali pengalaman pelaku usaha setempat, dan menyusun rencana usaha pertanian yang realistis dan sesuai dengan kondisi desa. Berikut ini beberapa ide kegiatan ketahanan pangan (Ketapang) di bidang pertanian yang bisa dikembangkan:


1. Budidaya Hortikultura Skala Desa

Jenis usaha ini sangat cocok untuk desa dengan lahan terbatas tapi subur. Tanaman seperti cabai, tomat, bawang merah, atau melon bisa menjadi komoditas unggulan. Produk hortikultura memiliki siklus panen yang pendek, cepat menghasilkan, dan sangat dibutuhkan pasar lokal maupun regional.

Tip: Desa bisa memulai dari demplot kelompok tani dengan penyuluhan langsung dari Dinas Pertanian setempat.


2. Tanam Padi Organik Berbasis Kelompok

Untuk desa yang memiliki area persawahan, mengembangkan padi organik bisa menjadi usaha yang bernilai tambah tinggi. Pasar pangan organik saat ini mulai berkembang di kota-kota besar.

Catatan: Unit usaha BUM Desa dapat mengambil peran sebagai aggregator hasil panen dan distributor ke pasar atau offtaker.


3. Produksi Jagung Hibrida untuk Pakan Ternak

Jagung adalah komoditas yang relatif mudah dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai bahan baku industri maupun pakan ternak. Usaha ini cocok dikembangkan di desa dataran rendah atau wilayah dengan musim kering panjang.

Contoh: Formulir kelayakan usaha di Panduan Ketapang memberikan proyeksi keuntungan yang menjanjikan dari produksi jagung skala 1 hektar.


4. Pertanian Pekarangan Berbasis Rumah Tangga

Bagi desa padat penduduk dengan lahan terbatas, konsep pekarangan pangan lestari bisa diterapkan. Setiap rumah menanam sayur atau tanaman obat keluarga yang kemudian dikoordinasikan oleh BUM Desa atau kelompok tani.

Manfaat ganda: Meningkatkan ketahanan pangan keluarga sekaligus menumbuhkan budaya konsumsi pangan sehat.


5. Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming)

Menggabungkan usaha tani dengan peternakan skala kecil dan pengolahan limbah organik. Contohnya, integrasi antara pertanian sayuran dan budidaya ikan dalam ember (budikdamber) atau pemanfaatan limbah organik untuk pupuk kompos.

Keunggulan: Menekan biaya produksi, meningkatkan efisiensi lahan, dan ramah lingkungan.


Penutup: Dari Keraguan Menuju Tindakan

Masih adanya desa yang belum menentukan jenis usaha ketahanan pangan bukanlah hambatan akhir, melainkan tanda perlunya intervensi strategis. Pemerintah daerah, tenaga pendamping, dan BUM Desa harus berperan aktif dalam memfasilitasi musyawarah desa, menyusun rencana usaha berbasis potensi lokal, dan mendorong pendampingan teknis secara berkelanjutan.

Dengan langkah sederhana, ide-ide realistis, dan dukungan kolaboratif, setiap desa bisa memulai transformasi menuju desa mandiri pangan. Dana sudah tersedia, sekarang saatnya bertindak dan menanam harapan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *